Minggu, 12 Oktober 2008

cerpen

Dari Sebuah Pesan Singkat
By Khairul Azmi


Siang itu tiba-tiba di inbox nya badur sudah ada email baru. Sekilas diselidiki dari siapakah gerangan. Ternyata dari seorang yang baru dikenalnya lewat dunia maya. Namanya Inah. Pesannya berbunyi “salam kenal juga ya, wassalam inah.” Beserta alamat email dan nomor handphonenya. Dia ingat kemarin dia habis berchatting ria di program mlrc internet.

Lama badur mengamati email tersebut. Dia antara gak percaya sekaligus juga senang mendapat kiriman email. Yang mengirim cewek lagi. Ada rasa senang bercambur dengan keinginan yang lain. Entahlah. Seolah badur merasakan begitu dekat dengan si pengirm email. Karena mungkin memang bahasa emailnya dari sang pengirim juga tak ada basi basi ataupun malu. Apalagi dalam zaman sekarang cewek pun berani duluan minta kenalan. Entahlah. Badur pun juga kaget sekaligus senang. Ada rongga-rongga kebahagian menyelimuti ruang jantungnya. Selintas, dia merasa bak seorang arjuna yang gagah perkasa di sukai para pujaannya. Hatinya mulai bermain. Disini Cuma ada perasaan. Akal dan logikapun dinomorduakan. Badur pun siap-siap mengemas kata-kata indah. Biar kesannya hubungan mereka mendalam.

“Waalaikumsalam, salam kenal juga, nama saya Badur. Aku senang bisa kenalan dengan inah. Apalagi dengan wanita seindah inah. Semoga diriku bisa membuat inah bahagia selalu. Dan aku pingin menjadi sahabat inah yang bisa mengerti inah,’ begitu kata-kata indah dirangkai oleh badur. Sejenak dia membaca sekali lagi isi dari tulisannya. Takut kalau masih ada yang kurang. Setelah bumbu-bumbu nya dirasa cukup buat mengakrabkan hubungan ini, langsung diklik tombol send. Pesanpun terkirim.

Tak lama berselang muncul email balasan dari inah. “Terima kasih sudah mau kenalan ma inah. Kalau inah anak pertama dari tiga bersaudara. Kalau kamu sendiri? Mudah-mudahan Tuhan mempunyai maksud lain dari hubungan yang indah ini ya,’ begitu balasan dari inah.

Mereka semakin intens berkirim email. Mereka saling curhat dan menceritakan masalah mereka pribadi dan keinginan-keinginan yang mereka pendam. Seolah tidak ada batas lagi diantara mereka berdua. Seolah mereka sudah lama berkenalan dan sudah tidak memikirkan siapa diri mereka.

Ada tembok. Tapi tembok tersebut hancur oleh perasaan mereka. Mereka larut hanyut dengan perasaan mereka masing-masing. Mereka langsung percaya satu sama lain. Walau hanya kenalan dengan dunia maya, tapi seolah mereka merasakan hal yang sama, kalau mereka ada kecocokan.

Ya, inah dan badur larut dalam perasaan mereka masing-masing. Ibarat seekor ayam jantan ketemu dengan seekor ayam betina. Jangankan makan, shalat pun mereka tertunda gara-gara melayani email dari masing-masing. Isi hati mereka tertumpah dalam monitor berukuran empat belas inchi tersebut. Setiap komunikasi tak lupa mereka menyisipkan bumbu-bumbu cinta. Entahlah, apa cinta maya atau cinta ala romeo and Juliet.

Malam semakin larut. Perasaan badur masih teringat akan inah. Begitu juga sebaliknya dalam kesendirian di dalam kamar kosnya, ada rasa yang hilang dalam diri mereka. Untunglah, inah sudah mensave nomor handphone badur kedalam nomor telephone inah. Jarum jam menunjukkan angka sembilan. Mata tak kunjung dipejam. Hati mulai membuncah. Rasanya email tadi siang belum cukup. Ada kesepian menghinggapi diri mereka. Ada rasa kangen ingin bermesraan dengan kata-kata. Mereka lupa mereka baru kenalan. Tapi seolah jarum jam sudah bersahabat dengan meraka. Mereka seolah sudah berkenalan cukup lama.

“Malam, ini nomornya badur. Lagi apa?’ begitu pesan singkat inah terkirim ke handphonenya badur. Sama. Badur pun tak bisa memicingkan matanya. Angan dan jantungnya melayang kearah gadis yang dikenalnya lewat email. Ya, inah telah membuat jantung badur tak tenang. Hatinya bergelanyut tak kuasa menahan rasa terhadap inah. Kata-kata inah pun dianggap cukup romantis. Dan telah menggetarkan detak jantungnya. Mengirimkan ke simpul-simpul otak syarafnya. Seketika itu juga yang dirasakan badur adalah perasaan yang mendalam terhadap inah.

Dipandangnya es em es an inah lekat-lekat. Setiap huruf tak mau terlewatkan olehnya. Dia menikmati setiap rangkaian kata yang dikirimkan oleh inah. Rasa cinta menyelimuti hati badur. Seolah dia merasa ada yang memperhatikannya. Ada yang peduli terhadap dirinya.

Ya selama ini badur terasa tak bersemangat untuk urusan wanita. Ia masih menjaga prinsip tidak mau pacaran. Tapi ketika kenalan dengan inah lewat email. Ada getaran jantungnya yang mengatakan dia ada rasa dengan inah. Dia menikmati setiap kata-kata dari inah. Ibarat mutiara yang telah menyilaukan hati, pikiran dan logikanya badur.

Badur kegirangan. Ada senyum dibibirnya yang tipis. Dia senang membaca isi es em es an dari inah. Apalagi inah menanyakan kabarnya. Tak lama dia memandangi pesan dari inah, tangannya mulai menekan huruf-huruf. Dia mencoba merangkai kata-kata. Lama dia mengotak atik kata-kata romantisnya. Dia ingin ketika inah membaca es em es nya, inah ibarat terbang keawan bersamanya. Dia ingin kata-katanya seperti itu. Jari-jari tangannya sampai bolak balik memencet tut huruf demi huruf. Hinga jarinya sampai bebal saking lamanya bertengger di atas tut huruf-huruf handphone.

“Aku senang bisa kenalan ma kamu lo. Entahlah aku merasa kamu bagaikan satu hati dengan aku. Seolah apa yang kita bicarakan sama. Mudah-mudahan kita ditakdirkan bersatu kali ya,’ bujuk rayu kata-kata badur.

Hatinya berbunga-bunga setelah membaca es em es badur. Dia merasa senang, sekarang ada pelindung bagi dirinya. Badur, walau belum pernah ketemu diyakininya adalah pria idamannya. Malam itu mereka asyik masyuk ber es em es ria. Sampai-sampai jarum jam sudah menunjukkan pukul satu dinihari. Kedua insan yang dimabuk asmara, lupa akan waktu dan seiisi dunia. Benar kata para pujangga kalau orang dimabuk asmara, waktu dua puluh empat jampun terasa kurang. Maunya berlama-lama terus. Begitulah gairah diantara kedua insan tersebut semakin meninggi.

Tak lengkap rasanya pagi itu kalau belum berkirim es em es. Kembali mereka hanyut dalam pergumulan kata-kata. Menerbangkan mereka berdua keawan yang paling tinggi. Menikmati setiap irama kata asmara dan cinta. Ya, sarapan pagi mereka bukan susu atau roti tetapi es em es. “Gimana tidurnya semalam nyenyak?’ ya begitulah kata-kata manis terbaca di handphone mereka masing-masing. Pagi itu kembali mereka hanyut dalam permainan es em es.

Jari-jari tangan sudah mulai tebal karena kelamaan memencet tombol handphone. Jantung mereka membuncah. Ada perasaan rindu ingin bertemu. Seolah mereka telah dipisahkan oleh ruang dan waktu untuk waktu yang lama. Kerinduaan itu ibarat seorang yang pergi jauh. Seorang prajurit perang yang dirindukan oleh istri atau tunangannya. Ya, perasaan itu telah menyihir mereka. Akhirnya mereka kopi darat alias bertemu muka. Walau hanya baru berkenalan dalam hitungan hari, mereka seolah tak sabaran ingin menumpahkan segala kerinduan yang terpendam puluhan tahun

Disepekatilah mereka untuk bertemu disuatu tempat. Pukul sekian ditempat itu, kita janjian ketemu ya. Aku pakai baju kaos hitam celana jeans,’ pesan badur kepada inah.

Sebelum berangkat ada perasan tak sabaran menghinggapi jantung mereka. Mereka akan menemui pujaanya masing-masing. Inah mengharapkan akan sang arjunannya. Badur mengharapkan bidadarinya yang cantik jelita. Perasaan mereka dihinggapi dengan pengharapan yang tinggi. Dalam hitungan jam, mereka sudah menyatakan perasaan mereka masing-masing.

Inah berusaha tampil semenarik mungkin. Segala macam parfum dicobanya dan dipilihnya yang kira-kira sesuai dengan suasanya nanti. Dipilihnya yang agak berbau romantic. Begitu juga badur, rambutnya dibikin serapi dan sekeren mungkin. Ada sedkit jambul di rambutnya yang paling depan. Biar terkesan cowok stylish pikirnya.

Walau jarak antara keduanya cukup jauh. Badur rela mengorbankan itu semua demi menemui sang bidadarinya. Tepat pukul sekian di tempat yang sudah dijanjikan, badur datang duluan. Perasaannya mulai gak sabaran. Sudah lewat lima menit. Jam tangannya dilirik terus. Perasaan nya mulai tak tenang. Sang bidadari yang ditunggu belum kunjung datang. Detik demi detik terus berjalan. Tanda-tanda kehadiran inah belum juga tampak. Lima menit kemudian suara seorang anita mengagetkan badur yang masih dalam lamunan dalam penantian mereka. “Kamu badur kan?’ “Inah.’ “Ya, saya inah.’ Mereka bersalaman. Gengaman tangan mereka ada aliran darah tak normal. Seolah saling bertolak belakang. Pertemuan yang semula diimpikan bakal hangat dan romantik itu, kemudian tiba-tiba datar. Kata-kata romantis dalam es em es berubah menjadi diam seribu bahasa ketika bertatap muka. Ada perasaan kikuk bercampur malu hinggap dalam diri mereka. Bidadari dan arjuna yang mereka harapkan ternyata berbeda.

***

Medio Juni 2008

Tidak ada komentar: