Sabtu, 18 April 2009

Who's Next Indonesian President 2009?

Menanti Sang Ratu Adil 2009-2014


Dalam hitungan beberapa hari kedepan Rakyat Indonesia kembali akan mengadakan perhelatan demokrasi terbesar untuk memilih calon anggota legalislatif dan pemilihan Presiden RI ke -7. Pemilihan anggota legislatif akan berlangsung pada 9 April 2009. Partai yang meraup suara 20% layak mengajukan calon Presiden dari partai itu sendiri atau kalau tidak tercapai mereka tentu akan melakukan koalisi dengan partai yang lain.

Sebagaimana kita ketahui bahwa masing-masing partai telah mendeklarasikan calon mereka sendiri-sendiri. Mereka tentu punya pandangan dan strategi politik tersendiri. Beragam trik dan taktik pun juga tengah dilakukan oleh berbagai partai politik guna mendongkrak popularitas mereka. Dalam hal ini rakyat hanya dijadikan objek. Setelah mereka berkuasa rakyatpun mereka tinggalkan. Yang ada hanayalah kepentingan pribadi dan kelompoknya baru kepentingan negara. Sungguh ironi memang.

Ada beberapa kandidat yang telah memproklamirkan diri mereka sebagai Presiden.. Ada Jusuf Kalla dari Paratai Golkar, Wiranto dari partai Hanura, Megawati Soekarnoputri dari PDI Perjuanagan, Soesilo Bambang Yudhoyono dari Partai Demokrat dan Prabowo Subiakto dari partai Gerindra. juga tidak ketinggalan pula kandidat dari independen diantaranya Rizal Ramli, seorang pakar Ekonomi dan Dedi Mizwar, seorang seniman dan sutradara yang juga lebih dikenal dengan Jendral Naga Bonar.

Kita melihat bahwa kesemua calon Presiden diatas masih didominasi oleh wajah-wajah lama. Hanya berganti topeng. Kecuali pendatang baru independen yakni Rizal Ramli dan Dedi Mizwar.
Wajah-wajah lama sudah bisa dinilai oleh rakyat karena mereka sudah pernah terlibat dipemerintahan. Sementara wajah baru masih harus dibuktikan kesolidan dan ketangguhannya.

Krisis ekonomi sudah mulai menggerogoti perekonomian kita. PHK massal sudah tidak dapat dihindarkan. Beberapa ribu karyawan di daerah kawasan industri terpaksa dirumahkan. Alasannya karena perusahaan tidak sanggup lagi membayar mereka disebabkan turunnya order dan biaya tinggi produksi. Ekpors Indonesia secara keseluruhan juga mengalami penurunan. Bahkan dikhawatirkan bisa turun mencapai 50 persen.

Permasalahan dengan negara tetangga masih rawan 'dibodohi.' Padahal dibawah kekuasana Presiden Soekarno, negara-negara tetangga sangat takut dengan Indonesia. Singapura dan Malaysia tidak berani 'bermain-main' dengan Indonesia. Betul, Indonesia masih membutuhkan sang Jenderal seperti Soekarno. Agar Ibu pertiwi ini tidak dikebiri lagi oleh negara tetangga atau negara asing lainnya.

Rakyat Indonesia tidak mau lagi satu persatu pulau-pulau terkecil kita lepas ke negara tetangga. Apapun alasannya. Wilayah kedaulatan RI harus dipertahankan walaupun nyawa taruhannya. Ini soal harga diri dan martabat bangsa. Rakyat tidak mau lagi pasir-pasir kita diambil sehingga berefek kepada pendangkalan wilayah pantai kita, sebalikanya mengakibatkan perluasana di negara tetangga.

Kita tidak mau lagi negara kita diatur oleh negara tetangga, apapun itu bentuknya. Uang negara yang dibawa kabur ke negara lain harus dikembalikan. Perjanjian demi perjanjian haruslah menguntungkan negara dan rakyat Indonesia. Hal ini akan terwujud kalau Indonesia mempunyai Pemimpin yang visioner seperti Soekarno dan seorang pemimpin yang sederhana seperti Bung Hatta. Penulis sempat berpikir kombinasi dua kepribadian antara Bung Karno dan Bung Hatta lah yang layak memimpin negeri ini. Tentu yang kita ambil disini positif dan nilai baiknya dari kedua pemimpin diatas.

Rakyat tidak mau lagi kontrak-kontrak migas Indonesia hanya menguntungkan negera Adikuasa. Kalau perlu seorang Presiden berani mengatakan “Go to hell with your aid” menirukan kata-kata Bung Karno takkala perjanjian-perjanjian politik, ekonomi dan militer tidak menguntungkan buat negara dan rakyat Indonesia.

Mencermati kondisi kekinian yang terjadi sungguh membuat kita semua hanya bisa mengelus dada. Kasus yang terjadi di Jawa tengah dimana murid-murid Sekolah Dasar menjerit histeris serta menangis takkala bangku dan meja tempat mereka belajar disekolah tersebut diambil paksa oleh sang penyalur. Hal ini ditenggarai oleh karena pihak dinas pendidikan setempat lalai membayarkan hutang bangku dan kursinya yang sudah berbulan-bulan. Hal ini sungguh memprihatinkan, anak-anak didik harus menghadapi konsisi seperti ini. Dikemanakan dana BOS tersebut?

Tidak itu saja, barangkali tidak sedikit orang tua murid mengeluhkan mahalnya biaya pendidikan buat anak-anak mereka. Sekarang ini saja untuk masuk sekolah menegah umum, para orang tua harus merogoh koceknya sekitar 4 jutaan. Belumlagi bulanannya konon lebih mahal dari semesteran di universitas. Sungguh ironi memang

Hal ini tiak akan terjadi kalau pemimpin Indonesia adalah seorang yang tegas dan mempunyai insting memimpin. Artinya kalau perlu dia harus turun kebawah. Dia tidak hanya duduk diatas singasananya dan hanya mengandalkan para pembisiknya semata. Semasa kepemimpina khalifah Umar, beliau tidak segan-segan turun kebawah dan menyamar demi mengetahui secara pasti kondisi masyarakat. Pernah suatau malam Umar keluar menyamar dan melewati sebuah rumah dimana penghuninya merintih kelaparan, esoknya Khalifah Umar menyuruh aparatnya mengantarkan beras kerumah yang dimaksud. Contoh keteladanan yang patut ditiru.

Pembagian bantuan pemerintah masih ditemui sarat KKN; Korupsi, Kolusi dan Neposime. Tidak sedikit rakyat mengeluh bahwa yang dapat bantuan hanya orang disekitar pejabat dan itupun kadang masih dipotong, alasannya buat administrasi. Sungguh ironi memang.

Seorang pemimpin tidak boleh mencari alibi dari kelemahannya. Kalau tidak sanggup membersihkan ini semua dia harus secara gentelmen mengundurkan diri. Terkadang kita dihadapi oleh alasan klasik yakni kan tugas presiden itu banyak tidak hanya mengurus itu melulu. Kan yang memerintah didaerah berlainan partai dari presinden. Dan beragam alasan-alasan lainnya. Prinsip orang jepang patut dicontoh oleh elit politik negeri ini. Kita sepakat Jepang maju karena salah satunya adanya ketegasan, disipilin dan sikap gentlemen para elitenya. Kalau memang tidak sanggup membawa masyarakat maju, pemimpin di Jepang siap mundur.

Dunia tenaga kerja juga belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Buruh masih menjadi objek. Phenomena dunia buruhpun sangat mencemaskan dewassa ini. Perusahaan sudah mulai menerapkan prinsip outsourcing yang notabenenya merugikan sang buruh sendiri. Mereka tidak memiliki job security yang layak. Kalau bercermin kepada negara maju, outsourcing mereka lakukan tetapi hak buruh betul-betul diperhatikan. Sehinnga kalau di PHK pun mereka masih bisa hidup selama enam bulan buat survive kalau belum dapat pekerjaan. Sementara buruh kita hanya dibayar dibawah standar kelayakan hidup sekarang. Dizaman sekarang ini gaji satu jutapun sudah tidak mencukupi lagi. Oleh karena itu Pemerintah harus mampu mengatasi persoalan ini. Ini kita jangan meniru di negara tetanga yang upah buruh nya rendah. Kita harus melihat tingkat inflasi di negara tersebut. Yang menjadi sebuah ironi bagi penulis adalah kenapa orang-orang masih merasa bangga apabila mereka bisa membayar gaji karyawannya serendah-rendahnya.

Tidak itu saja, masih saja ditemui pihak-pihak yang memanfaatkan situasi dunia kerja yang mengeruk keuntungan buat kantong pribadi. Mencari pekerjaan ibarat memancing ikan dilaut. Kalau nelayan pancingannya cacing, kalau buruh pancingannya beberapa lembar rupiah. Itulah yang dihadapi oleh pihak buruh. Buruh kita masih tersudutkan dan berada dalam posisi terlemah. Bagaimana pemerintah akan kuat kalau kondisi buruhnya masih lemah dan dalam posisi yang 'tergadaikan.' Inilah yang masih harus ditangani serius oleh pemerintah bagaimana buruh itu posisisnya kuat. Buruh yang kuat dan memiliki job security secara tidak langsung akan mengamankan pemerintahan itu sendiri.

Tentu masih banyak lagi permasalahan bangsa ini yang tidak mungkin dibahas satu persatu dalam tulisan singkat ini. Dan tulisan ini tidak dalam kapasitas membahas kualitas sang calon Presiden yang mengemuka saat ini. Yang perlu digarisbawahi adalah tugas dan tantangan didepan membutuhkan penanganan yang serius dan harus dikelola oleh orang-orang yang bisa membawa rakyat mampu survive. Itulah ratu adil yang sesungguhnya. Ia akan membawa bangsa ini disegani ditengah percaturan global dan juga menjadi contoh tauladan oleh rakyatnya sendiri. Siapakah sang Ratu Adil itu? Wallahualam

Andri Matovani
Pemerhati masalah rakyat

PEMILU 2009

Menuju Pemilu Demokratis kedua 2009


Dibawah pemerintahan Presiden Megawati, Indonesia berhasil melaksanakan pemilu secara demokratis. Ada yang kecewa dan ada pula yang bahagia dengan hasil pemilu 2004 yang lalu. Kemenangan yang diraih Soesilo Bambang Yudhoyono, mengantarkan beliau menjadi Presiden demokratis pertama sepanjang berdirinya Republik ini. Akankah pemilu kali ini akan menghasilkan pemilu yang demokratis juga?

Walaupun ada riak riak kecil terhadap hasil pemilu 2004, akan tetapi hampir tidak ada insiden. Pihak yang kalah akhirnya secara legowo menerima kekalahannya. Padahal kalau mau, pemerintahan saat itu bisa saja mengatur skenario data pemilih. Hal inilah yang ingin diulangi oleh bangsa ini. Yang jelas rakyat Indonesia ingin melihat bangsanya sendiri hidup dalam ketenangan dan kesejahteraan. Apalagi sepanjang bergurlirnya reformasi, masyarakat masih dihadapi oleh ketidakpastian hukum, politik, ekonomi, sosial dan budaya

Lantas, tidak sedikit yang pesimis dalam menghadapi pemilu tahun 2009 ini. Kenapa? Hal ini disebabkan timbulnya beberapa insiden yang terjadi pada pemilihan kepala daerah di berbagai kota di Indonesia. Publik masih mengaitkan dengan kondisi yang terjadi pada Pemilihan Gubernur Jawa Timur. Dan kasus ini telah menyita perhatian rakyat. Dan tidak sedikit para elit politik yang khawatir kecurangan yang terjadi di jawa timur akan terulang pada pemilihan anggota legislatif dan presiden.

Bangsa kita belum terlalu siap untuk menghadapi pesta demokrasi yang terbilang besar ini. Masih ditemukannya data pemilih ganda membuktikan kinerja aparat komisi pemiliha umum masih harus terus ditingkatkan. Apalagi menjelang beberapa hari kedepan ini.

Kelemahan bangsa ini adalah baru bertindak setelah ada kasus. Paradigma inilah yang harus secara perlahan-lahan kita tanggalkan. Sebagai contoh, Baru merawat situ kalau ternyata situ itu telah menelan korban seperti yang terjadi di tanggerang. Baru bertindak menangkap para cukong kalau setelah ketahuan daerah yang kayunya diambil secara membabi buta tersebut terkena bencana alam seperti banjir bandang dan tanah longsor.

Kita masih terjebak pada pola aji mumpung. Mumpung saya lagi berkuasa, lahan-lahan gambut dibuka semua. Mumpung saya lagi berkuasa..mumpung saya lagi berkuasa..ini itu bisa saya lakukan

bangsa ini butuh pemimpin yang berkelas dan sudah teruji. Artinya keluar dia bagaikan macan, kedalam ia bak idola yang ditauladani rakyatnya. Itulah yang dibutuhkan bangsa ini. Bangsa ini butuh sosok pemimpin seperti itu. Dia dihormati diluar negeri. Artinya tidak dianggap sebagai pemimpin dari negara terbelakang. Selama ini masyarakta dunia hanya kenal Indonesia sebagai negara berkembang, banyak terjadi rusuh dan huru hara. Sehingganya ketika seorang mahasiswa Indoneisa belajar ke luar negri, ia merasa malu mengaku sebagai bangsa Indoneisa. Tidak sedikit dari mereka yang bahkan mengaku dari malaysia atau negara yang terkenal maju dan kaya. Ini adalah phenomena yang tidak boleh dianggap sebelah mata. Inilah tantangan bangsa ini yang hingga saat ini masih belum terangkat.

Untuk mengangkat citra Indonesia dan mensejahterakan rakyat indonesia maka dibutuhkan seorang pemimpin yang betul-betul bekerja untuk rakyat. Inilah harapan rakyat. Presiden bukan lagi zamannya untuk dilayani tetapi melayani umat, mensejahterakan rakyat dan melindungi rakyat. Ketika ada rakyatnya yang terkena busung lapar, sang presiden tidak hanya duduk di singasananya dan mengucapkan kata simpati, kalau perlu ia langsung turun dan mengatasi masalah itu.

Pemerintah sebagai pihak penyelenggara pemerintahan wajib untuk membenahi masalah-masalah yang timbul sebelum, selama atau sesudah berlangsungnya pemilu. Pemerintah tidak boleh memainkan kartu “turf' agar bisa kembali terpilih. Perlu diadakan pemilihan yang jujur dan adil. Pemerintah yang berkuasa harus siap kalah kalau itu terjadi. Dan rakyat pun harus ikhlas dan ikut mensukseskan jika akhirnya pemerintahan saat ini kembali mendapat mandat dari rakyat. Ya, semuanya harus fair dan berjiwa kesatria.

Beragam persoalan muncul ketika DPT ( Data Pemilih Tetap) yang dimiliki KPU sebagian masih menjadi perdebatan di kalangan publik. Hal ini ditenggarai adanya pemilih ganda dan tidak tercatat sebagai pemilih guna memberikan suaranya. Seperti diberitakan di TV1One (Rabu,08/04/09) bahwa sebagian masyarakat di sumatera utara melakukan protes ke KPU karena mereka tidak bisa memilih disebabkan data kependudukan mereka tidak tercatat. Di kota Padang seperti yang juga diberitakan TV ini juga ditemukan pemilih ganda.

Permasalahan diatas ibarat kerikil-kerikil yang bisa mengancam proses demokrasi yang sedang dibangun oleh bangsa ini. Jangan sampai hal yang sepele ini dianggap masalah kecil. Dan perlu dilakukan evaluasi dan respon cepat dalam menghadapi permasalaan yang timbul dilapangan. Hal-hal ini jangan sampai terabaikan saat pemilihan calon Presiden nanti

Presiden Ferdinan Marcos lengser dari istanya takkala raykat tidak mempercayai hasil pemilu di negara tersebut. Masyarakat Philippine menganggap pemilu yang terjadi waktu itu penuh dengan kecurangan-kecurangan. Data pemilih yang ganda dan banyaknya rakyat yang memilih untuk golput. Akhirnya keberlangsungan demokrasi di philipine harus dibayar mahal dengan lengsernya sang Presiden

Bercermin kepada kasus Philipine, tentunya hal itu jangan sampai terjadi kepada bangsa ini. Waktu kedepan masih ada untuk memperbaiki sistem pemilihan presiden kedepan. Hal-hal atau masalah-masalah teknis yang muncul saat ini mestilah langsung di tanggapi. Sehinganya saat pemilihan presiden nanti persoalan yang mengemuka tidak terlalu significant dalam menjegal proses demokrasi yang sedang dibangun bangsa ini.

Pemilu 2009 ini kembali akan dijadikan barometer, akankah bangsa Indonesia bisa kembali dianggap sebagai negara demokratis? Peran pemerintah, KPU, Banwaslu dan elemen lainnya iu sangat sentral dalam menciptakan pemilu yang jujur dan adil. Kontrol terhadap aparat di pemerintahan perlu ditegakkan jangan sampai aparat tersebut memanfaatkan dana departemen sebagai dana kampanye buat partai tertentu.

Perlu dibangun tingkat kepercayan masyarakat terhadap hasil pemilu nanti. Sehinganya apa yang pernah terjadi dinegara tetangga, tidak terjadi dinegara yang kita cintai ini. Ya, Semua kita punya hati nurani. Semua kita punya jawaban untuk itu. Kita semualah yang akan menentukan mau dibawa kemana bangsa ini. Semoga pemilihan anggota legislatif dan Presiden nanti membawa angin perubahan kepada bangsa ini.