Rabu, 22 Oktober 2008

ARTIKEL

Pacaran Versus Taaruf

Dalam zaman sekarang ini tentulah hampir semua generasi muda kita tidak mengenal yang nama pacaran. Tapi sedikit sekali generasi muda kita yang mayoritas islam mengenal apa itu taaruf. Bagi kebanyakan kita barangkali mengangap pacaran adalah masa pra-nikah atau bahkan ada yang mengangap pacaran just having fun. Bahkan ada Tiap bulan berganti pacar. Ibarat puas dengan pasangan yang satu beralih kepasangan yang lain.

Pada intinya mereka berpacaran adalah juga ingin mengenal pribadi masing-masing untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius. Tapi apakah Islam mengajarkan demikian dalam mengenal lawan jenis kita?

Lazim yang dilakukan muda mudi kita adalah berpacaran itu ibarat memadu kasih dan sayang dengan pasangannya. Yang terkadang batas-batas norma agamapun terkadang dilanggar. Kalau kita tengok disekitar kita misalnya apakah itu di mall, di pusat keramaian, tentu kita bakal menemukan fenomena pacaran kalangan muda mudi kita saat ini. Mereka pergi kebioskop. Film beraksi, tidak sedikit pula mereka juga “bereaksi.’ Ngajak si doi malam mingguan berdua bahkan ditempat yang sunyi gelap. Entah apa yang komitmen mereka ucapkan. Sementara angin dingin merasuk ketulang mereka sehingga satu sama lain ‘merapat.’ Tentu masih banyak lagi phenomena ala muda mudi kita berpacaran.

Rasanya belum punya pasangan atau pacar dikalangan muda mudi kita dianggap sebagai “aib”. Bahkan terkadang lingkungan juga ikut mendorong ke arah sana. Cobalah amati phenomena masyarakat kita terkadang pertanyaan mereka juga seolah menggiring seseorang untuk berpacaran. “Sudah punya pacar belum?” Adalah salah satu bentuk kalimat yang sering kita dengar dikalangan masyarakat. Sehingga siapapun kalangan muda mudi yang belum punya pacar merasa ada ‘offensive’ kearah mereka. Seolah masyarakat melazimkan akan berpacaran itu sendiri.

Sementara dalam Islam, dalam mengenal masing-masing pribadi yang berlainan jenis dikenal dengan sebutan taaruf. Inipun dimaksudkan bagi mereka yang betul-betul ingin melangkah ke jenjang yang lebih serius, bukan lagi main-main apalagi mempermainkan pasangan sendiri. Misalnya kalau harus berpergian haruslah ditemani oleh pihak ketiga agar menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Jangankan ‘kissing’ berpegangan tanganpun juga tidak boleh karena mereka belum muhrim. Yang jelas hubungan yang dibina haruslah dalam bingkai norma-norma agama. Pemilihan pasangan kita sedapatnya haruslah melihat kualitas agamanya barulah pendidikan, sosial maupun kekayaannya. Dan hanya kepadaNyalah kita serahlah semuanya setelah kita berusaha disamping diiringi dengan do’a, shalat istikarah dan shodaqah..
Bagaimana dengan anda?

Tidak ada komentar: